Selasa, 17 Agustus 2010

PERBEDAAN DALAM MENGINTERPRETASI
PENEGAKKAN HAM



Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Masailul fiqiyah
Dosen Pengampu : Bpk. Waryani Fajar Riyanto, SH.I, M. Ag




Oleh:
Hermawan 232 107 297







SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
TAHUN 2010
PENDAHULUAN

Dewasa ini hampir semua orang bicara tentang hak asasi dari mulai pejabat sampai rakyat, dari mahasiswa sampai orang biasa. Terkadang pula ada yang sengaja mengekploitasi (istilah) tersebut justru melanggar hak-hak asasi manusia. Mereka dengan mudah menuduh orang lain sebagai pelanggaran HAM untuk kemudian dijadikan alasan untuk kepentingan golongan atau perorangan dalam memenuhi hasrat kepentingan politiknya.
Demikian itu karena adanya perbedaan dalam menginterpretasi yang kurang atau salah dalam penegakan HAM. Di dunia barat mereka mengknsepkan HAM tetapi dirinya melanggar nilai-niali kemanusiaan. Mereka melakukan penindasan terhadap yang lemah, kehormatan-kehrmatan wanita diabaikan dan sebagainya. Padahal mereka telash mengkonsep nilai-nilai tersebut yang mewujud dalam Universal Declaration of Human Right.
Keterkaitannya diatas di Indonesia sendiri, terkadang hukum dijasikan tameng untuk perlindungan HAM, sebenarnya siapa yang salah siapa yang benar.penulis tidak membahas itu. Namun pembahsan yang akan berlanjut ialah lebih menitik beratkan pada paradigma dalam menginterpretasikan penegakan HAM.












PEMBAHASAN
PERBEDAAN DALAM MENGINTERPRETASIKAN PENEGAK HAM

1.Pengertian
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indnesia, hak asasi diartikan sebagai hak dasar atau hak pokok seperti hak hidup atau hak untuk mendapatkan perlindungan.1 Sementara sebagian manusia, menghargai hidupnya bagaikan sesuatu tak berharga, terkadang mereka menyatakan jihad tapi tak mengerti apa itu arti jihad. Mereka melakukan atas nama perdamaian untuk perlindungan tetapi dirinya melakukan penindasan. Jadi hak-hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya, yang tak dapat dipisahkan dari pada hakekatnya dan karena itu bersifat suci.2
Hak asasi manusia pada awalnya merupakan terjemahan dari kata droitt de I’homene (piancif), yang terjemahan nafiahnya ialah hak-hak manusia. Lalu kemudian digunakan pula oleh perserikatan bangsa-bangsa yang dalam bahasa Inggrisnya disebut fundamental human light (human right).3 Dari situlah Hak Asasi yang sekarang mewujud lebih bersifat universal. Ini pun patut di tanyakan kembali. Bilamana suatu penegakan masing-masing Negara terdapat perbedaan dalam penegakannya maka itu yang menjadi kerancuan dalam penafsiran apakah penegakannya itu semata-mata untuk politik atau tidak itu perlu dikaji ulang.

2.Latar Belakang adanya HAM
HAM kemunculannya bermula dengan lahirnya magna charta (1215) yang membatasi kekuasaan absolute pada penguasa atau raja-raja di Inggris. Yang kemudian pemikiran itu diadopsi oleh Thomas Jefferson yang tertuang hal-hal dasarnya dalam The American Declaration Of Independence (1776), menurutnya semua manusia dilahirkan sama dan merdeka. Manusia di anugerahkan beberapa hak yang tidak terpisah-pisah diantaranya hak kebebasan dan tuntunan kesenangan setelah itu disusul dengan adanya The French Declaration (Perancis:89)4
Dari hak-hak tersebut kemudian dijadikan dasar perumusan Deklarasi Universal HAM (DUHAM) yang dikukuhkan oleh PBB dalam (ODHR) pada tahun 1948.

3.Perbedaan Penegakkan HAM
Memang yang menjadi kasus selama ini, yang menjadikan sebuah perbedaan ialah pada perasaan inerprestasi penegakan HAM. Yang hingga kini akibatnya kontroversi dimana-mana. Dengan adanya HAM terkadang yang kuat menindas dan yang lemah semakin tertindas juga tidak adanya ketidakadilan, ketimpangan social dan diskriminasi.
Di Indonesia setelah tumbangnya Rezim Orba, HAM digembor-gemborkan hingga muncul para aktivis-aktivis HAM yang selalu menuntut. Pembunuhan atas Munir itu akhirnya para aktivis menuntut kembali haknya untuk keadilan. Juga kalau kita melirik perihal masalah anak-anak. Mereka banyak yang terlantar di jalan-jalan, padahal mereka memiliki hak untuk sekolah.5
HAM yang ada menurut pandangan barat, perlu pengkajian ulang lagi karena tidaklah tepat jika sepenuhnya konsep-konsep diterapkan di Negara ketimuran salah satu bangsa Indonesia. HAM yang ada di Barat perbedaan-perbedaan itu lebih mendasarkan pada konsep antrofosentris bahwa pola tingkah laku hanya ditentukan oleh hokum-hukum Negara atau jumlah otoritas yang mencukupi untuk tercapainya aturan-aturan public yang aman dan perdamaian semesta. Di barat pandangannya lebih memperhatikan individualistic dan lebih mementingkan baik daripada kewajiban.6
Penegakan HAM di Indonesia lebih dibatasi pada persoalan hokum karena HAM di Indonesia mengalami reduksi makna maka penegakkannya pun dibatasi. Pelanggaran atas HAM hanya dibaca dari ketersediaan aturan-aturan yang ada. Akibatnya proses ini gagal dalam menginterprestasikan kandungan. Nilai-nilai HAM yang lebih luas dari sekadar pasal-pasal tertulis.7
Walau adanya KOMNAS HAM di Indonesia yang membawa secerah haraoan vagi perlindungan hak-hak sipil dan hak-hak asasi warga Negara Indonesia tetapi dalam impelmentasinya Komnas HAM itu tidak diberi wewenang untuk mengadili, sebuah kasus persengkataan atau perkara, maka kehadirannya belum diasakan efektif untuk menegakkan hak asasi manusia.
Dalam penegakkan HAM Gusdur memberikan kontribusi pemikirannya dalam artikel yang berjudul “Mencari Perspektif Baru dalam Penegakkan Hak-Hak Asasi Manusia” bahwa hak-hak asasi manusia harus memiliki kerangka makro yang lebih luas jangkauannya dari hanya sekadar pengadilan terbuka dan adil, penegakan kedaulatan hokum, dan pengembangan lembaga-lembaga pengawasan yang benar-benar kuat. Dari pandangan ini lebih pada asas persamaan dan keadilan.8

Penegakan HAM dalam Perspektif Islam sebagai Solusi :
Di nukil dari pemikirannya Gusdur, hak-hak asasi manusia harus memiliki kerangka makro yang luar dan itu sebuah sistematis kebijakan yang menyeluruh bukan pada individualis semata. Maka kenapa didalam keagamaan memberikan asas persamaan karena itu dapat memberikan kredibilitas yang cukup besar dalam pandangan itu, karena demikian aspirasi perjuangaanya lalu memiliki dimensi moral yang kokoh dan pola sosialisasi yang manusiawi.9
Dalam Islam hak-hak asasi manusia dikenal dengan Huquq al Insan al dharuriyah. Menurut Abu a’ala al Maududi ada dua konsep tentang hak, pertama hak manusia atau huquq al insane al dharuriyah. Kedua, haq Allah atau huquq Allah. Kedua jenis ini tidak dapat dipisahkan karena menyangkut hak dan kewajibansehingga yang terjadi adalah keseimbangan bukan keegoisan.
Maka Islam dalam menjawab persoalan-persoalan atau perkara-perkara pelanggaran HAM berdasarkan atas kesadaran akan kewajiban kita adalah mengabdi kepada Allah (hamba Allah) pemikiran dalam segala urusan hak telah banyak dijelaskan dalam Al-Qur’an,seperti dalam ferman Allah:

Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, Maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, Kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak Mengetahui.
(Qs. At Taubah: 6)


Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (Qs. At Ataubah: 122).
















PENUTUP

Kesimpulan
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang tak dapat dipisahkan daripada hakekatnya dan karena itu bersifat suci. Hak Asasi Manusia itu bermula dengan lahirnya magna charta yang kemudian PBB membuat rumusan tentang HAM yang dikukuhkan dalam UDHR karena munculnya HAM dunia barat inilah yang menjadikan kontroversi dlam interprestasi penegakan HAM dengan dunia Islam. Maka di Indonesiapun menjadi imbas terutama dalam penegakkannya. Untuk itu dalam interprestasi ini bisalah kita ambil segala yang positif yang tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.




















DAFTAR PUSTAKA

Kosasih, Ahmad. HAM dalam perspektif Islam menyingkap persamaan dan perbedaan antara Islam dan Barat. Jakarta: Salemba Diniyah
Mardjono, Hartono. 1997. Menegakkan syariat Islam dalam konteks ke Indonesiaan proses penerapan nilai-nilai Islan dalam aspek hokum, politik dan lembaga Negara. Bandung: Mizan
Ubaedillah, A dan Abdul Rozak. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) untuk perguruan tinggi
Wahid, Abdurahman. 2010. Prisma Pemikiran Gusdur. Yogyakarta. LKIS